Filosofi “Paes Ageng” Yogyakarta: Perempuan, Doa, dan Harapan

Bridestory.com

Jawa terkenal dengan banyak budaya serta filosofinya yang mendalam. Terlebih rangkaian upacara pernikahan tradisionalnya. Di Jawa Tengah, paes (riasan pengantin) merupakan salah satu elemen terpenting yang membutuhkan persiapan yang matang. Yogyakarta dan Solo adalah dua daerah yang terkenal dengan paes pernikahannya. Pada artikel ini, kita akan sama-sama menelusuri filosofi Paes Ageng Yogyakarta serta keunikan paes ini!

Busana pengantin

Diperkirakan tercipta setelah Perjanjian Giyanti, pada waktu itu, seluruh gaya busana Keraton Surakarta Hadiningrat dibawa menuju Keraton Yogyakarta Hadiningrat sebagai bentuk hadiah. Di Yogyakarta sendiri, dulunya Paes Ageng hanya boleh dipakai oleh kerabat keluarga kerajaan. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono IX, Paes Ageng akhirnya diperbolehkan untuk dipakai masyarakat umum.

weddingku.com

Dilansir dari Indonesia.go.id, Yogyakarta memiliki enam macam paes yakni Paes Ageng, Paes Ageng Jangan Menir, Paes Ageng Kanigaran, Yogya Puteri, Kasatriyan Ageng dan Pura Pakualaman. Paes Ageng berwarna hitam dengan payet-payet emas yang mengikuti alur paes. Yogya Puteri juga berwarna hitam namun tidak menggunakan payet emas. Terdapat filosofi mendalam dalam setiap riasan Paes Yogyakarta. Ada yang berfungsi sebagai bentuk doa, panduan, serta tuntunan menjadi wanita yang baik. 

Cunduk Menthul

Cunduk menthul adalah aksesoris yang disematkan di kepala dan berjumlah lima atau tujuh buah serta berbentuk bunga. Cunduk menthul sejatinya dapat berjumlah satu, tiga, lima, atau tujuh buah. Terdapat makna dibalik jumlah-jumlah tersebut. Cunduk menthul yang berjumlah satu melambangkan keesaan Tuhan. Jika cunduk menthul berjumlah tiga, ini berarti sebagai lambang trimurti. Lain halnya jika cunduk menthul berjumlah lima. Lima merupakan simbol rukun islam. Tujuh melambangkan pertolongan, dimana dalam bahasa Jawa angka tujuh (pitu) disimbolkan sebagai pitulungan. 

Gunungan

Aksesori ini juga disematkan di kepala. Seperti namanya, Gunungan atau Pethat Gunungan berbentuk menyerupai gunung. Ini melambangkan bahwa perempuan harus dihormati oleh suaminya seperti para dewa di gunung yang dihormati oleh rakyatnya. 

Hipwee.com

Cithak

Cithak terletak di tengah kening dan dibuat dengan cara dilukis. Terletak di atas kedua alis, cithak melambangkan bahwa seorang wanita harus berpikiran ke depan, fokus, dan menjadi pribadi yang setia. 

Centhung

Centhung disematkan di sisi kanan dan kiri kepala pengantin perempuan. Centhung berjumlah dua buah dan melambangkan gerbang kehidupan baru yang akan dilalui pengantin wanita bersama pasangannya. 

Paes Prada

Paes prada berwarna hitam dan berbentuk garis lengkung. Paes prada adalah riasan yang berada di kening pengantin wanita. Bentuk lengkungan yang memiliki ukuran berbeda-beda melambangkan simbol yang berbeda pula. Lengkung kecil yang biasa disebut pengapit melambangkan keseimbangan, dimana pengantin wanita diharapkan dapat menyeimbangkan rumah tangga keluarga. Di lain sisi, lengkung yang lebih besar melambangkan kebesaran Tuhan.

Bridestory.com

Alis Menjangan

Menjangan dalam bahasa Jawa berarti rusa. Alis Menjangan sendiri adalah riasan pengantin wanita berupa alis yang berbentuk seperti tanduk rusa. Di sini, rusa melambangkan kecerdikan, kecerdasan, dan keanggunan. Diharapkan pengantin wanita dapat memiliki tiga karakter tersebut. 

Kalung Sungsun

Kalung sungsun berjumlah tiga lempengan yang disusun menjadi satu. Melambangkan kemauan dan adanya tiga tahap dalam kehidupan. Tiga tahapan tersebut adalah kelahiran, pernikahan, dan kematian. Dengan adanya kalung sungsun, diharapkan pengantin wanita siap untuk menghadapi ketiga tahapan tersebut.

Subang Ronyok

Subang ronyok disematkan di telinga kiri dan kanan pengantin wanita. Aksesoris ini terbuat dari emas berlian dan memiliki makna cahaya kehidupan serta harapan akan terciptanya keabadian. 

Bridestory.com

Kelat Bahu Naga

Aksesori ini dipakai di kanan dan kiri pada lengan atas pengantin wanita. Hewan naga dipercaya memiliki kekuatan yang besar dan diharapkan pengantin wanita juga memiliki kekuatan seperti naga. Selain itu, kepala dan ekor naga yang bertautan menjadi simbol menyatunya pola pikir dan pola rasa.

Gelang Paes Ageng

Gelang melambangkan suatu ikatan dimana pengantin terikat pada janji pernikahan dan oleh sebab itu kesetiaan menjadi harapan utama. Gelang juga melambangkan kesatuan cinta yang diharapkan kepada kedua pengantin.

Filosofi tidak hanya terkandung dalam tiap bagian riasan Paes Ageng. Dalam menjadi perias pengantin pun, terdapat beberapa ritual yang sarat akan makna. Dilansir dari Institute for Javanese Islam Research, perias pengantin biasanya melakukan puasa terlebih dahulu sebelum merias. Ini sebagai tindakan pembersihan diri dan menguatkan batin dan harapan dapat terhindar dari malapetaka. Ritual yang juga biasanya dilakukan adalah memberikan sesajen berupa bunga hingga dupa yang diletakkan di tempat perias akan merias pengantin wanita. Perias juga akan mendaraskan doa. 

Yuliatama Rias Pengantin

Paes ageng memiliki makna sakral bagi para periasnya. Dalam menggambar paes pun, seorang juru rias tak boleh sembarangan dalam menggoreskan pola. Masyarakat Jawa percaya jika juru rias memiliki kekuatan batin serta kebersihan diri yang baik, maka hasil riasan mereka akan terlihat cantik, bersinar, serta molek. 

Di balik indahnya riasan Paes Ageng Yogyakarta, ternyata tersimpan banyak filosofi agung di dalamnya. Seluruh filosofi ini menjadi bentuk harapan bagi pengantin wanita dan pria dalam menjalani kehidupan pernikahan mereka. Riasan Paes Ageng Yogyakarta mendapat tempat yang sakral bagi para perias serta masyarakat umum. Keberagaman makna yang mendalam ini pasti membuat sobat Sukaria kagum akan budaya Indonesia, bukan? 

 

Penulis: Katarina Nia

Penyunting: Nadin Himaya

Similar Posts